Implikasi Riba Terhadap Investasi dan Pergerakan Sektor Riil Kaffah Buying and selling

                                

                                Implikasi Riba Terhadap Investasi dan
Pergerakan Sektor Riil

Idris
Parakkasi

Konsultan
Ekonomi Syariah

Persoalan
riba sangat terkait dengan  uang, Islam
mengatur uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, uang bukan barang
dagangan atau komoditas yang diperjual belikan. Uang menjadi berguna jika
ditukar dengan benda yang nyata atau digunakan untuk membeli jasa. Dalam
ekonomi Islam uang bukanlah modal (capital),
uang adalah barang publik (public items).
Uang bukan barang monopoli seseorang dan semua orang berhak untuk memiliki
uang. Jadi uang adalah waft idea
sementara modal adalah inventory idea.
Menurut Ibn Taimiyah, uang dalam Islam sebagai alat tukar dan alat ukur nilai.  Melalui uang nilai suatu barang akan
diketahui.  Al-Ghazali mengatakan bahwa
uang bagaikan kaca,  kaca tidak memiliki
warna tetapi dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga tetapi
yang dapat merefleksikan semua harga. Uang bukanlah suatu komoditas. Uang
sendiri tidak memberikan kegunaan akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan
kegunaan. Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa uang memiliki fungsi sebagai (1)
media pertukaran (transaksi); (2) jaga-jaga/investasi;  (3) satuan hitung untuk pembayaran (ba’I muajjal). Uang merupakan sesuatu
yang mengalir (waft idea) dan
sebagai barang public  (public items)

Cash as waft idea

Uang adalah sesuatu  yang mengalir, karena itu uang diibaratkan
seperti air. Jika air mengalir maka air tersebut akan bersih dan sehat. Jika
air berhenti (tidak mengalir secara wajar) maka air tersebut menjadi busuk dan
berbau. Demikian halnya dengan uang. Uang yang berputar untuk produksi akan
dapat menimbulkan kemakmuran dan kesejahteraan  masyarakat. Sebaliknya jika uang ditahan atau
tidak produktif menyebabkan macetnya roda perekonomian, sehingga dapat
menyebabkan krisis atau penyakit ekonomi. Dalam Islam uang harus diputar terus
sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang perlu
digunakan untuk kegiatan investasi dan sektor riil. Penyimpanan uang yang telah
mencapai nishab dan haul-nya akan dikenai zakat.

Cash
as Public Items

Uang adalah barang untuk masyarakat banyak.
Bukan monopoli perorangan, sebagai barang publik, maka masyarakat dapat
menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena itu dalam Islam
menumpuk uang sangat dilarang, sebab menumpuk uang akan mengganggu orang lain menggunakannya.
Dari gambaran uang sebagai air yang mengalir dan uang sebagai barang publik,
akhirnya dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara modal dengan uang. Antara
modal dan uang dapat dikiaskan antara kenderaan dengan jalan. Kenderaan adalah
barang/milik pribadi. Jalan adalah barang/milik umum.  Modal adalah milik pribadi dan uang adalah
milik umum. Dengan demikian kenyamanan berkenderaan akan didapatkan jika
kenderaan tersebut berjalan diatas jalan raya (lancer). Dengan kata lain hanya
dengan modal yang diinvestasikan ke sektor riil-lah yang akan mendatangkan
pendapatan (berupa) uang.

Pandangan
Islam Tentang Nilai Uang

Dalam ekonomi konvensional nilai uang
terkait menurut waktu (time worth of
cash
). Konsep time worth of cash merupakan
intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep ini muncul karena adanya
anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup). Sel yang hidup
untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang.  Uang bukanlah sesuatu yang hidup yang dapat
tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Dalam teori ekonomi ada sesuatu
mengecil dan membesar yang disebabkan oleh upaya-upaya. Didalamnya ada risk-return. Dengan demikian berkurang
dan bertambahnya jumlah uang jika diupayakan secara wajar. Dalam ekonomi Islam
konsep time worth of cash tidak akan
terjadi. Surah Al-Ashr ayat 1-3 menunjukkan bahwa waktu bagi semua orang sama
kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun nilai
waktu itu akan berbeda dari setiap orang. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah
tergantung bagaimana seseorang memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien
yang akan mendatangkan keuntungan dunia bagi siapa yang melaksanakannya.
Pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien tetapi juga harus
didasari keimanan sehingga keuntungan diperoleh meliputi dunia dan akhirat (al-falah). Implikasi dalam dunia bisnis,
al-qur’an mengajarkan bahwa dalam bisnis selalu dihadapkan pada untung dan rugi
(benefit and loss). Bisnis bukanlah
aktivitas yang mendatangkan keuntungan tapa ada resiko. Sebagaimana dalam
konsep time worth of cash, bahwa
sebagai pengganti atas situasi ketidakpastian 
maka dimunculkan konsep cut price
fee
. Dalam ekonomi Islam cut price
fee
dalam menentukan harga ma’ajjal
(bayar tangguh) dapat dibenarkan karena; 1) jual beli dan sewa adalah sektor
riil yang menimbulkan financial worth
added
(nilai tambah ekonomis); 2) tertahannya hak sipenjual (uang
pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau
jasa). Demikian pula penggunaan cut price
fee
dalam menentukan nisbah bagi hasil juga dapat digunakan. Nisbah akan
dikalikan dengan pendapatan aktual, bukan dengan pendapatan yang diharapkan.

Dengan demikian  uang sendiri sebenarnya tidak memiliki nilai
waktu. Namun waktulah yang memilki nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu
tersebut harus dimanfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut
maka dapat diukur batasan-batasan ekonomi. Dalam transaksi jual beli secara
tangguh penjual dapat mengambil tambahan harga lebih tinggi dari harga tunai
sebagai konpensasi  atas “tertahannya”
hak penjual  dari pembeli.

Dengan transaksi mudharabah/musyarakah atau jual beli dapat dipastikan keterkaitan
antara sektor moneter dan sekltor riil. Oleh karena salah satu rukun jual beli
harus ada barang ada uang (ma’kud ‘alaih).
Dengan demikian long term buying and selling dan margin buying and selling yang tidak diikuti dengan
items supply adalah tidak sah.
Olehnya itu Islam tidak membenarkan permintaan uang untuk spekulasi (cash call for for hypothesis)

Style Pengembangan Uang

Ada perbedaan mendasar antara investasi dan
membungakan uang. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena
berhadapan dengan unsur ketidak pastian. Olehnya itu perolehan kembaliannya (go back) tidak pasti dan tidak tetap. Membungakan
uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan
kembaliannya berupa bunga yang relatif 
pasti dan tetap.

Islam mendorong masyarakat
kearah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong ummatnya untuk melakukan
investasi dan melarang membungakan uang, 
sehingga dapat memutar modal dalam investasi untuk mendatangkan go back.

Melalui kerjasama ekonomi akan terbangun
pemerataan dan kebersamaan. Fungsi-fungsi aktivitas bagi hasil akan menciptakan
suatu tatanan ekonomi yang lebih merata.

Hikmah
Diharamkannya Riba

Harta tidak boleh
melahirkan harta yang sama, uang tidak boleh melahirkan uang. Harta seharusnya
tumbuh dan berkembang dengan kerja dan memeras tenaga.

Riba menumbuhkan sikap
pada diri seseorang untuk tidak merasa perlu dengan pemberian-pemberian Allah
yang diberikan padanya. Ia juga menyebabkan manusia malas bekerja dan tidak
berusaha mencari penghidupan di bumi dengan cara berdagang, bercocok tanam, atau
membuka perindustrian. Karena jika seseorang melihat bahwa dengan menyimpan
uang di financial institution memperoleh hasil yang memadai dari membungakan uangnya tanpa perlu
bersusah payah, maka ia akan melakukannya. Seketika itu juga akan meninggalkan
dunia kerja, lalu dibelenggu oleh rasa malas dan tidak mau berusaha. Dengan
begitu ia telah menjadi anggota masyarakat yang merusak lingkungan sosialnya,
tidak punya pekerjaan dan tidak punya manfaat 
sama .

Riba dapat memberikan
dampak terhadap inflasi yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal
tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku
bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan
ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya bahwa utang, dengan rendahnya tingkat
penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga akan menjadikan peminjam tidak
pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bunga atas utang  yang dibungakan. Riba  merusak sosial kemasyarakatan karena riba
merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil karena pengembalian pokok
ditambah dengan keuntungan sesuatu yang pasti tanpa memperhitungkan resiko.
Padahal bisnis atau usaha sangat terkait dengan resiko, untung atau rugi. Riba
dapat menyebabkan yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Bahwa
jika terjadi resesi ekonomi  dan
kebijakan  uang ketat (tight cash coverage) si kaya akan
memperoleh suku bunga yang sangat tinggi sementara itu karena biaya modal
menjadi sangat mahal maka si miskin tidak mampu meminjam dan berusaha.
Akibatnya akan semakin jauh tertinggal dari orang kaya dan lebih-lebih dalam  skala antar Negara. Wallahu A’lam